Pengunjung Website
Hari Ini: 4,066
Minggu Ini: 107,334
Bulan Ini: 107,334
|
Jumlah Pengunjung: 14,965,861

LANUD SUPADIO

Marsma TNI Prasetiya Halim, S.H.

Komandan Lanud Supadio

Marsekal Pertama TNI Prasetiya Halim, S.H., Lahir di Padang Pariaman ,15 Mei 1973 merupakan lulusan AAU tahun 1994. Menjadi siswa Sekolah Penerbang tahun 1996, Sekkau tahun 2003, Seskoau tahun 2008, Lemhannas USA (AWC) tahun 2020, Selanjutnya pada tanggal 1 Desember 2022 dilantik menjadi Komandan Lanud Supadio sampai sekarang.


Bertugas menyiapkan dan melaksanakan pembinaan dan pengoperasian seluruh satuan dalam jajarannya, pembinaan potensi dirgantara serta menyelenggarakan dukungan organisasi operasi lainnya.

PANGKALAN  TNI  ANGKATAN UDARA SUPADIO

Kalimantan Barat

 

Jika kita melihat peta Kalimantan, maka dengan mudah kita dapatkan dimana letak Kalimantan Barat sebelah utara berbatasan langsung dengan negara tetangga Serawak (Malaysia Timur), sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Kalimantan Barat memiliki luas daerah ± 146.790 km² (seratus empat puluh enam ribu tujuh ratus sembilan puluh kilo meter persegi).

 

Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar di Indonesia, beriklim tropis dengan curah hujan relatif tinggi, demikian halnya dengan Propinsi Kalimantan Barat sebagian besar daerahnya hutan. Ibukota propinsi Kalimantan Barat adalah Pontianak yang mendapat julukan sebagai ”Kota Hantu”. Pontianak terletak di daerah pinggiran Kalimantan Barat, sedangkan lapangan terbang Sei/Sungai Durian berada di kampung Sungai Durian termasuk dalam wilayah Desa Limbung Kec. Sungai Raya Kab. Kubu Raya. Jarak lapangan terbang Sungai Durian dengan kota Pontianak ±20 km di sebelah Tenggara dari Kotamadya Pontianak.

LANUD SUPADIO LANUD SUPADIO

LANUD SUPADIO

Save

TNI Angkatan Udara adalah salah satu bagian integral dari Tentara Nasional Indonesia yang memiliki tugas pokok sebagai penegak kedaulatan negara di wilayah udara nasional, mempertahankan keutuhan wilayah dirgantara nasional dan penegak hukum di udara serta mengembangkan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan keamanan di udara. Adapun TNI Angkatan Udara memiliki fungsi sebagai alat pertahanan keamanan negara di wilayah udara nasional. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, telah dijabarkan kepada jajaran yang berada dibawah komando TNI Angkatan Udara.

Pelaksanaan fungsi dan tugas pokok TNI Angkatan Udara dijabarkan dalam satuan-satuan yang berada dibawah jajarannya dan salah satu jajaran yang berada dibawah jajaran TNI Angkatan Udara adalah Komando Operasi Angkatan Udara (KOOPSAU) dan satuan komando ini memiliki fungsi sebagai komando kewilayahan, yang terbagi menjadi 2  bagian, terdiri dari Komando Operasi Angkatan Udara I untuk komando kewilayahan Indonesia Bagian Barat dan Komando Operasi Angkatan Udara II untuk komando kewilayahan Indonesia Bagian Timur.

Tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas pokok tiap-tiap satuan komando itu tergantung dari tingkat keberhasilan dari satuan-satuan kerja yang berada dibawah jajarannya. Adapun salah satu satuan/pangkalan udara yang berada dibawah tanggung jawab pembinaan Komando Operasi Angkatan Udara I (KOOPSAU I) adalah Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio, yang memiliki tugas pokok sebagai pelaksana penegak kedaulatan udara di Kalimantan Barat pada khususnya dan wilayah Indonesia pada umumnya.

Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio dalam perjalanan sejarahnya, dimulai dari suatu daerah yang tertutup oleh hutan belantara. Dengan adanya perkembangan tingkat perekonomian masyarakat di sekitar daerah Kampung Sungai Durian, terutama di daerah Pelabuhan Motor Sungai Durian, sehingga menyebabkan perkembangan arus lalu lintas angkutan Sungai Kapuas menjadi meningkat pesat. Kepadatan arus lalulintaspun semakin meningkat padat, setelah dibukanya jalan raya dari simpang tiga ke Pontianak sehingga mengakibatkan semakin padatnya arus lalu lintas di Sungai Kapuas maupun di arus lalu lintas darat.

Melihat dan mempertimbangkan kondisi arus lalu lintas angkutan di sekitar daerah Sungai Durian yang semakin padat , maka Pemerintah Belanda mulai memikirkan untuk mencari alternatif lain sarana angkutan lalu lintas guna mengurangi kepadatan arus lalu lintas Sungai Kapuas. Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka pemerintah Belanda berencana untuk membuka lapangan terbang di daerah Sungai Durian.  Pemerintah Belanda melakukan kesepakatan dengan Kerajaan Pontianak untuk merencanakan pembangunan lapangan terbang di daerah Sungai Durian.

Setelah mendapat kesepakatan dengan Kerajaan Pontianak maka Kerajaan Pontianak menyerahkan sebagian lahan untuk dipergunakan pemerintah Belanda guna membangun lapangan terbang tersebut. Pemerintah Belanda mulailah melaksanakan penelitian-penelitian di daerah Sungai Durian, terutama penelitian mengenai struktur tanah dan faktor-faktor kondisi alam di daerah tersebut. Langkah awal yang dilaksanakan oleh Pemerintah Belanda dalam kegiatan penelitian itu adalah dengan mendatangkan tenaga-tenaga insinyur dari Belanda.

Pertimbangan lain pemerintah Belanda untuk membangun lapangan terbang di daerah Sungai Durian, adalah pertimbangan faktor strategis pertahanan yaitu untuk mempertahankan kekuasaan pemerintah Belanda di daerah Kalimantan Barat dari pihak Jepang dan para pejuang Republik Indonesia. Pada saat itu pemerintah Belanda sedang terlibat Perang Dunia II dengan salah satu musuhnya adalah pemerintah Jepang.

Namun sangat disayangkan rencana Pemerintah Belanda tersebut tidak dapat terlaksana karena dalam Perang Dunia Ke II, Pemerintah Belanda dikalahkan oleh Pemerintah Jepang. Pada masa pendudukan Jepang rencana pembangunan Lapangan Terbang Sungai Durian dilanjutkan sampai dengan selesai. Maksud dari pembangunan lapangan tersebut adalah untuk membangun kekuatan udara Jepang di Kalimantan Barat dengan menempatkan pesawat-pesawat tempurnya untuk menunjang berbagai kegiatan penerbangan guna melawan kekuatan Sekutu/NICA di daerah Kalimantan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Penempatan pesawat tempur tersebut bukan hanya di tempatkan di landasan saja namun demikian juga ditempatkan di sekitar landasan dengan ditutupi semak-semak belukar untuk penyamaran.

Pada saat lapangan terbang baru selesai dikerjakan maka Pemerintah Jepang mulai melaksanakan uji coba landasan dengan menggunakan pesawat tempurnya. Sewaktu pesawat tempur Jepang itu melaksanakan take off, maka pesawat tempur Jepang itu menyenggol troli pasir yang berada di pingir landasan sehingga pesawat itu mengalami kecelakaan dan mengakibatkan penerbang Jepang meninggal seketika. Untuk menghormati penerbang yang meninggal itu, maka Pemerintah Jepang membangun Tugu/Monumen Jepang dan setiap orang yang akan melewati Tugu/Monumen Jepang itu harus sudah tahu sebelumnya, pada jarak berapa dari Tugu/Monumen Jepang memberi hormat, apabila melakukan kesalahan akan mendapat sanksi tegas dari tentara Jepang yang menjaga Tugu/Monumen Jepang tersebut.

Apabila ditinjau dari sejarah nama Lapangan Terbang Sungai Durian, dari informasi para sesepuh dan data-data yang didapat dari lapangan bahwa pemberian nama itu disesuaikan dengan letak daerah Lapangan Terbang yaitu berada di daerah Sungai Durian. Sejarah nama lapangan terbang Sungai Durian dimulai kira-kira tahun 1908 Kampung Sungai Durian masih merupakan hutan belantara dan merupakan daerah tertutup yang dahulu dikenal sebagai daerah yang angker, tidak berpenghuni apalagi jalan tikus, yang ada hanya jalan Sungai Kapuas dari Pontianak.

Menurut cerita ada beberapa orang kampung yang gagah berani yang mencoba hendak menebang hutan di daerah ini, namun demikian tidak berhasil dikarenakan hantu kuntilanak sangat ganas dan menakut-nakuti manusia yang berlabuh dipinggir Sungai Kapuas. Mereka hanya berhasil membabat pinggiran Sungai Kapuas sampai Muara Sungai Kecil dan mereka menanami pinggiran yang telah dibabat itu dengan menanami pohon-pohon Durian. Setelah pohon-pohon Durian itu kian hari kian bertambah besar maka sejak itu kampung ini dinamakan Kampung Sungai Durian sampai dengan sekarang. Dengan adanya proses waktu, terutama pada zaman pendudukan Pemerintah Jepang, pohon-pohon durian itu mulai bertumbangan karena pengaruh erosi Sungai Kapuas.

 

Setelah Pemerintah Jepang mengalami kekalahan perang dengan pihak Sekutu/NICA pada tahun 1942, maka Indonesia kembali dijajah oleh pihak Sekutu/NICA. Pada waktu Pemerintah Belanda kembali menjajah Indonesia, Belanda tidak ada usaha untuk membangun kembali Pangkalan Udara Sungai Durian yang sudah dalam kondisi rusak parah akibat dibom oleh pihak Sekutu yang membonceng Belanda. Mulai tahun 1951 oleh Bangsa Indonesia mulai adanya usaha untuk membangun kembali Lapangan Terbang Sungai Durian dengan memperbaiki kondisi yang telah rusak parah karena sebagian telah berubah menjadi hutan dan sebagian lagi sudah menjadi areal pertanian/ladang.

Adapun pembangunan kembali Pangkalan Udara Sungai Durian dimulai dari pembentukan Perwakilan Singkawang I sampai menjadi Pos Penghubung. Peningkatan pembangunan Lapangan Terbang Sungai Durian, dimulai pada saat hubungan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia terjadi konfrontasi. Pemerintah Indonesia melaksanakan persiapan operasi “Dwikora” dan mulai dilaksanakan gelar kekuatan pesawat terbang dan pasukan. Untuk dapat menampung semua kekuatan maka diadakan peningkatan pembangunan lapangan Terbang sungai Durian dalam waktu cukup singkat.

Dengan adanya pelaksanaan kegiatan persiapan operasi “Dwikora” dan pembangunan kemampuan Lapangan Terbang Sungai Durian maka Lapangan Terbang Sungai Durian menjadi sibuk, ditambah lagi adanya gelar pasukan. Rencana dari Pemerintah Indonesia bahwa Lapangan Terbang Sungai Durian akan dijadikan Pangkalan Aju/Operasi karena letak Lapangan Terbang Sungai Durian yang berhadapan langsung dengan negara Malaysia. Dalam perkembangan selanjutnya, sejarah Lapangan Terbang Sungai Durian mengalami banyak rangkaian proses perubahan, mulai dari perubahan peningkatan status atau tipe maupun perubahan penggantian nama.

Adapun perubahan status/peningkatan tipe Lapangan Terbang Sungai Durian dari tipe “C”  menjadi tipe “B”, sedangkan perubahan nama Pangkalan Udara Sungai Durian berubah nama menjadi Pangkalan TNI AU Supadio sejak tahun 1969. Dengan berubahnya status tersebut maka diikuti dengan penempatan 1 Skadron pesawat tempur dengan kekuatan 18 pesawat Hawk Mk 109/209.  Dengan adanya Skadron Udara  tersebut maka Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio dinyatakan sebagai pangkalan induk.

Skadron Udara 1 memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang, dari awal sampai akhirnya dipindahkan ke Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio. Proses didalam menyiapkan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pemindahan Skadron  Udara 1 dari Pangkalan TNI Angkatan Udara Abdurachman Saleh ke Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio mengalami proses perjalanan sejarah yang cukup lama. Proses pemindahan Skadron Udara 1 ini, diawali pada tanggal 29 April 1999 dalam tahap pertama kedatangan 2 buah pesawat Hawk MK 209 menempati pos baru di Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio dan secara berangsur-angsur/tahap demi tahap maka pada bulan Nopember 1999, 18 pesawat Hawk 209 telah diterima Skadron Udara 1 dan menjadi  kekuatan Skadron Udara 1.

Type pesawat yang sama yaitu Hawk 109/209 juga dioperasikan oleh Skadud 12 di Lanud Pekanbaru.  Dengan kekuatan 2 Skadron tersebut diharapkan pengamanan di wilayah Indonesia bagian Barat dapat dilaksanakan secara maksimal sehingga perkiraan ancaman yang datangnya dari Corong Barat dan Corong Utara dapat ditangkal dan secara umum dapat menjaga kedaulatan NKRI di wilayah udara nasional.

 

Berdirinya POS Penghubung AURI di Pontianak

Sejarah keberadaan Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio Pontianak sangat erat kaitannya dengan Pangkalan TNI Angkatan Udara Singkawang II (Sanggau Ledo) dan pertama kali dibentuk adalah Perwakilan Singkawang I yang berada di kota Singkawang. Untuk menghubungkan antara Perwakilan Singkawang I dengan Pangkalan Udara Sungai Durian (Pontianak) diperlukan adanya suatu pos penghubung, maka atas perintah Komandan Pangkalan Udara Singkawang II didirikanlah Pos Penghubung Angkatan Udara di Pontianak.

Tugas pokok yang diemban oleh Pos Penghubung Angkatan Udara Pontianak adalah untuk melayani pesawat-pesawat AURI yang melaksanakan operasi penerbangan ke Pangkalan Udara Sungai Durian dan sekaligus untuk memonitor pergerakan pesawat-pesawat AURI tersebut, tetapi terkadang Pos Penghubung itu digunakan untuk anggota AURI yang transit dalam melaksanakan tugas ke kota Pontianak. Pembagian tugas pokok dan fungsi antara Pos Penghubung Perwakilan Singkawang I melaksanakan tugas pokok dan fungsi bersifat administratif, sedangkan Pos Penghubung Pontianak memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pelaksana dalam dukungan terhadap operasi penerbangan pesawat-pesawat AURI yang melewati Pangkalan Udara Sungai Durian. Dalam pelaksanaan dukungan logistik tetap menginduk kepada Pangkalan Udara Singkawang II-Sanggau Ledo, termasuk dalam permasalahan dukungan administrasi dan logistik berupa UKP, gaji, beras dan lain sebagainya.

Latar belakang dari pembentukan Perwakilan Singkawang I dan Pos Penghubung Pontianak adalah dimulai pada tahun 1956 yaitu pada saat negara dinyatakan dalam kondisi darurat oleh Pemerintah RI dan negara sedang merencanakan operasi pengembalian Irian Barat kepada Pangkuan Ibu Pertiwi. Adapun rencana Kegiatan “Operasi Trikora” adalah operasi pelibatan dan penggelaran pesawat-pesawat AURI, sehingga mempunyai dampak kepada pangkalan-pangkalan udara yang telah ditunjuk dan telah ditentukan peranannya didalam pelaksanaan operasi. Salah satu pangkalan udara yang telah ditunjuk dan dilibatkan dalam pelaksanaan operasi ini adalah Pangkalan Udara Sungai Durian.

Pada saat dilibatkannya Pangkalan Udara Sungai Durian oleh Pemerintah Pusat sebagai pangkalan udara alternatif, kondisi Pangkalan Udara Sungai Durian masih belum sepenuhnya diawaki oleh personel-personel AURI. Sedangkan pesawat-pesawat AURI sudah mulai melaksanakan operasi penerbangan dalam persiapan pelaksanaan kegiatan operasi ‘Trikora”. Dampak dari ketidaksiapan Pangkalan Udara Sungai Durian dalam pelaksanaan operasi ini adalah pada bidang dukungan penerbangan yaitu banyaknya pesawat-pesawat AURI yang melewati Pangkalan tersebut, harus menginformasikan dulu ke Pangkalan Udara Singkawang II-Sanggau Ledo, baru pesawat-pesawat itu bisa dilayani /didukung kebutuhan logistiknya.

Menindak lanjuti kondisi Pangkalan Udara Sungai Durian yang belum diawaki oleh AURI maka Panglima Komando Region Udara II (Pangkorud II) mengeluarkan perintah kepada Komandan Pangkalan Udara Singkawang II untuk membuka Pos Penghubung AURI di Pontianak. Dalam rangka menindaklanjuti perintah itu, maka Komandan Pangkalan Udara Singkawang II (LMU I Doekri Soekirno) memerintahkan empat personelnya untuk berangkat ke Pontianak guna mengawaki Pos Penghubung AURI Pontianak dan para personel dibayar dengan cara ditasir (dibayar perhari). Nama ke empat personel yang berangkat itu adalah :

a.      Letnan Udara I Edy. S : sebagai Komandan.

b.      H. M Saat                     : sebagai Sekretariat.

c.      Sersan Udara Hengky  : sebagai Perminyakan.

d.      PHT Ajub Muslimin       : sebagai Perbekalan.

Salah Satu Perintis Pos Penghubung
(Pak H. M Saat)

Setelah empat personel tiba di Pontianak , selanjutnya mereka menyewa kamar di Hotel Metro Pool (Hotel Mahkota) dan kamar hotel dijadikan sebagai tempat tinggal dan kantor, sedangkan dalam penyimpanan bahan bakar pesawat, pihak AURI menitipkan kepada DPU Bandara Sungai Durian. Para personel itu melaksanakan tugas pengamatan kondisi Pangkalan Udara Sungai Durian untuk didirikan sebagai Pos Penghubung dan sekaligus melaksanakan kegiatan dukungan operasi penerbangan terhadap pesawat-pesawat AURI. Sebelum AURI mengawaki Pangkalan Udara Sungai Durian, untuk pelaksanaan kegiatan dukungan operasi penerbangan pesawat-pesawat AURI, dilakukan oleh pihak Bandara Udara Sungai Durian.

Setelah empat personel tersebut dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka Komandan Pangkalan Udara Singkawang II memerintahkan kepada 10 orang personel lainnya dari berbagai seksi untuk mempersiapkan diri bergabung ke kota Pontianak guna merealisasikan pembentukan Pos Penghubung Pontianak. Berdasarkan Surat Perintah Komandan Pangkalan Singkawang II (Letnan Udara Dua DOEKRI SOEKIRNO) maka ke 10 orang personel Singkawang II dibawah pimpinan Sersan Mayor Udara Samino, pada tanggal 27 Mei 1956 berangkat ke Pontianak untuk melaksanakan pembentukan Pos Penghubung Pontianak tersebut.

Perjalanan dari Sanggau Ledo ke Pontianak sangat sulit ditempuh, apabila mengharapkan menggunakan kendaraan umum karena perjalanan dari Sanggau Ledo ke Pontianak haruslah melewati kota Singkawang, padahal jumlah kendaraan yang melewati kota tersebut sangatlah sedikit/terbatas. Dampak dari kesulitan ini adalah lamanya perjalanan dari Sanggau Ledo ke Pontianak memakan waktu selama 3 hari dan bahkan apabila kemalaman mereka harus menginap di Kota Singkawang. Tepat pada tanggal 29 Mei 1956 rombongan tiba di kota Pontianak, mereka langsung menuju rumah sewaan yang berada di daerah Arang Limbung. Rumah tersebut disewa oleh AURI dari orang kampung yang bernama Haji Abdul Kadir, kemudian rumah ini dijadikan kantor Pos Penghubung AURI dan sekaligus sebagai tempat penginapan dan gudang beras.

Dalam perjalanan sejarahnya Pos Penghubung AURI Singkawang I-Pontianak hanya berumur 3 bulan, karena harus mengalami perubahan status yaitu pada bulan Agustus 1956 dan dampak dari perubahan status itu adalah perubahan nama terhadap Pos Penghubung AURI Pontianak menjadi “Detasemen Angkatan Udara Pontianak”. Dengan adanya perubahan status dan nama maka jalur komando Detasemen Angkatan Udara Pontianak sudah tidak berada di bawah Perwakilan Singkawang I tetapi langsung berada dibawah Komando PAU Singkawang II di Sanggau Ledo dan berada dalam wilayah Komando Regional Udara (KORUD) II/Banjarmasin.

Pada saat rombongan tiba di daerah Arang Limbung, keadaan Kampung Sungai Durian dan Daerah Arang Limbung pada tahun 1956 masih ditutupi oleh hutan-hutan karet dan jumlah penduduk disepanjang jalan hanya sedikit sekali. Sarana angkutan yang ada pada waktu itu, secara umum masyarakatnya masih mempergunakan angkutan air di Sungai Kapuas dan Perwakilan AURI di Pontianak mempunyai 1 buah Truk Dodge dan 1 buah Jeep Willys. Jalan yang menghubungkan antara Sungai Durian ke Pontianak masih berupa kontruksi perkerasan, apabila kita melakukan perjalanan dari Pontianak ke Sanggau Ledo atau sebaliknya maka lamanya perjalanan akan memakan waktu selama 3 hari dan harus menginap di Singkawang I. Adapun penyebab lamanya perjalanan dari Sanggau Ledo Ke Pontianak ini dikarenakan sulitnya untuk mendapatkan angkutan darat dan tidak jarang harus berjalan kaki menuju kota Pontianak.

Dari ke-10 personel inilah,  yang merintis dan meletakkan dasar bagi pembentukan Detasemen Angkatan Udara Pontianak. Jalur komando Detasemen Angkatan Udara Pontianak untuk jalur komando operasi dan kendali berada dibawah komando Lanu Singkawang II, sedangkan ke 10 personel Lanu Singkawang II Sanggau Ledo tersebut adalah :

1)      Sersan Mayor Udara Samino :  Komandan.

2)      Kopral Udara A. Demier           :  Seksi Pempres.

3)      Kopral Udara Kasturi                :  Seksi Perminyakan.

4)      Prajurit Udara I Aweng             :  Seksi PAU (Provost) Catrawirya.

5)      PHT Abdul Roni                        :  Seksi SPAA (STAB).

6)      PHT Ajub Muslimin                  :  Seksi Adm/Montir.

7)      PHT Randjani Rabudin           :  Seksi DTUM Tk. Listrik.

8)      PHT Uray Nurdin                       :  Seksi SPAA sebagai sopir.

9)      PHT Wakidi                                :  Seksi DTUM Tk Listrik.

10)     PHT Sohor                                :  Seksi Yanpers sbg. Pelayan.

Kantor Pos Penghubung AURI di Pontianak

Tugas yang dilaksanakan oleh ke 10 orang di atas adalah melayani pesawat-pesawat AURI yang datang ke Pangkalan Udara Sungai Durian, disamping itu mereka bertugas menjaga keamanan di sekitar Detasemen Angkatan Udara Pontianak. Tugas jaga keamanan dalam pelaksanaannya titik utamanya untuk menjaga keamanan tempat penimbunan minyak udara di lapangan udara Sungai Durian, karena dalam penyimpanan minyak dilaksanakan dengan menggunakan drum-drum dan disimpan/ditimbun di rerumputan. Dalam kegiatan pengangkutan minyak udara dari MBAU Jakarta ke Pontianak menggunakan kapal AURI II, III dan IV yang dikemudikan oleh Kapten Sadjab dan beliau adalah orang yang menemukan Pulau Natuna dan yang sekarang kita lebih mengenalnya dengan sebutan “Ranai”.

Jalur komando yang ada dalam wilayah Komando Pangkorud II/Banjarmasin pada saat itu adalah posisi Pangkalan Udara Singkawang II dijadikan sebagai Pangkalan induk bagi Pos Penghubung Angkatan Udara Pontianak, Pos Penghubung Pemangkat, Pos Penghubung Ranai dan Pos Penghubung Pangkalan Bun, sedangkan secara jalur komando bahwa Pos Penghubung Angkatan Udara Pontianak membuat laporan dulu kepada Pangkalan Udara Singkawang II, baru setelah itu membuat Laporan kepada Pangkorud II/Banjarmasin.

Jalur Komando Wilayah Korud II/Banjarmasin

Para personel tersebut dalam pelaksanaan tugas pokoknya mengalami beberapa permasalahan dan permasalahan yang dirasakan sangat berat. Permasalahan itu adalah mengenai pelaksanaan tugas bidang pelayanan komunikasi dan elektronika karena Detasemen Angkatan Udara Pontianak memiliki keterbatasan terhadap sarana elektronika bidang komunikasi perhubungan, sehingga dalam kondisi demikian, pihak Detasemen Angkatan Udara Pontianak dalam melaksanakan tugas ini menumpang kepada PHB Angkatan Darat di kota Pontianak. Keterbatasan ini disebabkan Detasemen Angkatan Udara Pontianak tidak memiliki alat komunikasi didalam pengiriman/penerimaan berita radiogram, sehingga Berita Radiogram yang diterima maupun yang dikirim melalui PHB Angkatan Darat yang berada di kota Pontianak.

Para personel Detasemen Angkatan Udara dalam melaksanakan tugasnya seringkali menemui kendala di lapangan berupa kendaraan yang dipergunakan mengalami kerusakan maka untuk melanjutkan tugas dalam pengiriman atau penerimaan radiogram, terpaksa PHT Randjani Rabudin atau PHT Ajub Muslimin menggunakan sepeda ke kota. Jarak yang harus ditempuh oleh kedua personel menuju kota Pontianak adalah ± 17 Km dengan kondisi jalan yang harus dilalui adalah jalan yang belum beraspal dan tugas ini kadang-kadang dilaksanakan 2 kali dalam seminggu.

Dalam melaksanakan kegiatan pengangkutan minyak udara dan bahan logistik lainnya, pihak AURI menggunakan kapal laut milik AURI, untuk kegiatan ini terakhir kalinya dilaksanakan pada tahun 1968 oleh kapal laut AURI VII. Lamanya pelaksanaan kegiatan bongkar muatan di Pelabuhan Motor Sungai Durian, terkadang memakan waktu 3 hari 3 malam dikarenakan tenaga buruh jumlahnya sedikit. Untuk mengatasi hal tersebut, maka selama pelaksanaan bongkar muatan berlangsung, para awak kapal AURI sering memutar film dari kapal untuk menghibur masyarakat di sekitar pinggiran Sungai Kapuas. Dengan adanya suara musik dengan menggunakan volume suara keras dari piringan hitam maka masyarakat berbondong-bondong dari berbagai jurusan berdatangan menonton film gratis yang diputar AURI, sehingga suasana di steiger Pelabuhan Motor Sungai Durian seperti pasar malam dan masyarakat kampung Sungai Durian selalu menanti kedatangan kapal laut AURI yang bersandar, karena mereka mengharapkan dapat menonton film gratis dan mendengarkan musik secara gratis pula. Maksud dari pemutaran film ini adalah disamping menghibur masyarakat kampung Sungai Durian, juga untuk menarik perhatian masyarakat agar ramai-ramai berkumpul dan setelah mereka berkumpul maka masyarakat diminta untuk membantu kegiatan pelaksanaan bongkar muatan kapal AURI tersebut. Frekuensi kedatangan kapal laut AURI didalam pelaksanaan kegiatan bongkar muatan di Pelabuhan Motor Sungai Durian adalah antara 3 sampai dengan 6 bulan sekali.

 

Perubahan Pos Penghubung Angkatan Udara menjadi Detasemen Angkatan Udara Pontianak

Dalam perkembangan perjalanan sejarah Pos Penghubung AURI Singkawang I di Pontianak hanya berumur 3 bulan, karena pada bulan Agustus tahun 1956 mengalami perubahan status, yaitu berubah nama menjadi “Detasemen Angkatan Udara Pontianak”. Dengan  adanya  perubahan status dan nama itu maka Pos penghubung AURI Singkawang I di Pontianak langsung berada dibawah Pangkalan Udara Singkawang II di Sanggau Ledo dan wilayah Komando Regional Udara (KORUD) II Banjarmasin. Pada tahun 1957 perkembangan situasi dan kondisi Detasemen Angkatan Udara Pontianak sedikit demi sedikit mulai ada peningkatan tetapi perlu penanganan yang intensif, baik ditinjau dari segi keamanan dan politik maupun dari segi ekonomi. Dengan adanya peningkatan kondisi Detasemen Angkatan Udara Pontianak maka perlu dilaksanakan Tour of Duty yaitu diantaranya adalah penggantian Komandan Detasemen Angkatan Udara Pontianak dari bintara rendah ke bintara tinggi. Komandan Detasemen Angkatan Udara Pontianak yang kedua adalah Letnan Muda Udara Dua Jachmen. Adapun dampak dari peningkatan situasi dan kondisi tersebut maka dilaksanakan penambahan beberapa personel.

Dengan meningkatnya perkembangan situasi dan kondisi politik pada waktu itu, berkaitan dengan pernyataan dari pemerintah Republik Indonesia tentang adanya pernyataan  negara memberlakukan dalam kondisi S.O.B (Staat Orlog van Belog). Latar belakang keluarnya pernyataan pemerintah ini berkaitan dengan adanya pemberontakan Permesta/PRRI di daerah Sulawesi dan di daerah Sumatra. Dampak terhadap Pangkalan Udara Sungai Durian adalah adanya peningkatan frekuensi kegiatan operasional penerbangan dan pada waktu itu beberapa pesawat Dakota mengangkut Tentara Angkatan Darat Resimen Teritorial Kalimantan Barat dari Lapangan Terbang Sungai Durian ke Sumatra untuk melaksanakan Operasi Penumpasan. Pemberangkatan para personel dari Tentara Angkatan Darat Resimen Teritorial Kalimantan Barat ini dilepas dengan upacara militer yang diiringi dengan korp musik sehingga suasana pada upacara pelepasan waktu itu menimbulkan kesan rasa haru dan sedih, terutama bagi pasukan yang akan berangkat tugas operasi.

Tugas pengamanan Pangkalan Udara Sungai Durian sejauh ± 5 km dari titik tengah Pangkalan Udara Sungai Durian dibebankan kepada Detasemen Angkatan Udara Pontianak dan jumlah personel yang melaksanakan tugas pengamanan pangkalan udara adalah sebanyak 3 personel polisi negara yang dilengkapi persenjataan Gerrund. Dalam pelaksanaan kegiatan pelaporan tentang hasil pelaksanan tugas dari hasil operasi pengamatan yang dilaksanakan oleh pesawat pengintai udara kepada komando atas dan termasuk laporan situasi pangkalan udara, menggunakan personel yang harus bersepeda sejauh 17 km. Perbandingan kekuatan jumlah personel dengan berat beban tugas yang ditanggung, dirasakan tidak seimbang karena kekuatan personel yang ada tidak mencukupi untuk mengemban tugas tersebut.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka pada tahun 1958 telah diperbantukan kekuatan personel dari Komando Resimen Angkatan Darat Teritorial Kalimantan Barat dengan menempatkan kekuatan personel sebanyak 1 Kompi Pasukan Infanteri Angkatan Darat. Tugas yang dilaksanakan para personel Resimen Angkatan Darat itu adalah membantu didalam tugas menjaga keamanan di sekeliling Lapangan Terbang Sungai Durian dan pasukan tersebut dilengkapi dengan persenjataan E.L, Stengun, Bren dan Mortir. Dengan adanya bantuan tenaga personel ini maka Detasemen Angkatan Udara Pontianak merasa sangat terbantu dan diantara mereka selalu ada koordinasi didalam pelaksanaan tugas.
Setelah para personel dari Komando Resimen Angkatan Darat Teritorial Kalimantan Barat melaksanakan tugas pengamanan Lapangan Udara Sungai Durian selama ± 6 bulan kemudian, maka pasukan tersebut diganti dengan PSU (Penangkis Serangan Udara) Kodam XII/Tanjungpura. PSU (Arteleri Serangan Udara) ini selain dibekali dengan persenjataan Gerrund, mereka dilengkapi dengan persenjataan berat 12,7 yang mempunyai roda berkaki 2 dan dapat berputar untuk memudahkan menembak sasaran udara dari segala arah. Penempatan persenjataan berat ini, berada disekeliling landasan dengan membuat perlindungan dari benteng tanah yang diisi pasir didalam karung kemudian disusun seperti gua.

Komando penembakan berada dibawah kendali AURI dan petugas ATC dari Detasemen Angkatan Udara yang selalu memonitor pembicaraan pesawat terbang yang melintas di daerah pangkalan udara melalui tower Lapangan Terbang Sungai Durian. Tugas ini pada mulanya dilaksanakan oleh komandan sendiri dan beliau dibantu anggota PAU (Polisi Angkatan Udara) yaitu Sersan Udara II OM. Hekakaja. Dengan melihat Komandan Detasemen yang turun langsung dalam memonitor pergerakan pesawat yang melintas di Pangkalan Udara Sungai Durian maka moril pasukan yang melaksanakan tugas pengamanan di lapangan menjadi bertambah, bahkan ditambah dengan adanya persenjataan Penangkis Serangan Udara maka kekuatan pertahanan strategis pangkalan Udara Sungai Durian mulai menjadi kuat.
Pada tahun 1958 terjadi peristiwa pesawat yang tidak dikenal yang oleh anggota kita dianggap pesawat musuh dan pesawat itu melintasi Lapangan Terbang Sungai Durian. Pesawat beberapa kali berputar mengelilingi landasan yang diperkirakan melakukan pemotretan udara dan pesawat itu berkali-kali dipanggil dan di contac namun tidak ada jawaban. Pesawat tidak dikenal tersebut melaksanakan terbang tinggi sekitar jam 10.00 pagi dan setelah diteropong secara samar-samar bahwa pesawat tidak dikenal itu menggunakan bendera Taiwan tetapi tampak tidak jelas karena penglihatan tertutup oleh awan. Semua persenjataan berat sudah disiagakan, termasuk persenjataan PSU yang ditempatkan di berbagai sudut telah mengarahkan larasnya kepada pesawat tidak dikenal tersebut dan tinggal menunggu “Komando” dari Tower. Polisi Negara menghimbau kepada masyarakat sekitar Kampung Sungai Durian terutama di daerah Simpang III untuk mencari tempat perlindungan, kepanikan itu memakan waktu kurang lebih satu setengah jam.

Untunglah pesawat tidak dikenal tersebut tidak memuntahkan apa-apa karena diperkirakan pesawat itu hanya melakukan kegiatan pemotretan udara. Setelah berputar-putar lalu menukik ke atas lalu menghilang ditutupi awan, namun demikian pesawat tidak dikenal masih sempat membuat kepanikan bagi petugas-petugas dan masyarakat disekitar Lapangan Sungai Durian. Untuk menjaga dan meningkatkan faktor keamanan dan kerahasiaan daerah pangkalan udara pada malam hari, masyarakat tidak diperbolehkan memasang lampu yang bersinar keluar dan atap-atap seng banyak yang dicat dengan mempergunakan warna hitam. Dalam mensosialisasikan faktor keamanan dan kerahasian daerah pangkalan udara maka masyarakat sering pula diberikan penjelasan, terutama dalam pengamanan masing-masing warga apabila sewaktu-waktu terjadi bahaya serangan udara.

Seiring dengan adanya perkembangan peningkatan frekuensi penerbangan pesawat AURI ke Pontianak maka tugas dan tanggung jawab yang harus ditanggung oleh Detasemen Angkatan Udara Pontianak semakin berat. Untuk mengatasi hal tersebut agar tidak terjadi kejemuan di dalam melaksanakan tugas, pada tahun 1960  dilaksanakanlah Tour of Duty yaitu penggantian Komandan Detasemen Angkatan Udara Pontianak, Letnan Muda Udara Satu Roedito dipercaya oleh pimpinan untuk menjadi Komandan Detasemen Angkatan Udara Pontianak. Semasa Letnan Muda Udara Satu Roedito menjabat Komandan Detasemen Angkatan Udara Pontianak, telah dilaksanakan kegiatan pembangunan sebuah gudang darurat dari kayu bulat bercampur kayu Belian dengan menggunakan atap Mabang. Bangunan ini dipergunakan untuk menyimpan drum-drum minyak udara yang ditimbun dirumput alang-alang dan disamping gudang tersebut juga dibangun Pos penjagaan dari kayu belian, kerangka kayu bulat, lantai papan dan atap Mabang.
Dalam perkembangannya bahwa pos penjagaan ini pernah pula berfungsi sebagai kantor dan bahkan pos ini pernah berfungsi sebagai pos “PAKUPERDA” yang berarti Pelaksana Kuasa Perang Daerah. Dalam pembangunan pos dan gudang ini memiliki kenangan tersendiri bagi Komandan Detasemen Angkatan Udara Pontianak karena dalam pelaksananaan pembangunan gudang dan pos darurat ini dikerjakan oleh orang-orang penjara peristiwa “Cikini” yang dibuang dari penjara pulau Jawa ke penjara bebas Sungai Durian Darat Lapangan. Sewaktu Detasemen belum memiliki bangunan gudang perminyakan darurat, maka untuk pelaksanaan penyimpanan disimpan pada drum-drum minyak dan drum-drum minyak tersebut ditimbun di rerumputan sampai waktu berbulan-bulan.

Dengan adanya penarikan beberapa personel ke Lapangan Udara Singkawang II Sanggau Ledo maka personel yang tersisa hanya tinggal 5 orang, yaitu 3 orang militer dan 2 orang sipil, dan yang lainnya telah ditarik kembali ke PAU Singkawang II Sanggau Ledo. Adapun kelima orang tersebut antara lain Letnan Muda Udara Satu Roedito sebagai Komandan, Sersan Udara Dua E.A. Dirdja sebagai PAU (Polisi Angkatan Udara), Prajurit Udara Satu Surak Binpa Denma bagian perminyakan, PHT Ajub Muslimin Staf merangkap tenaga Administrasi dan PHT Ranjani Rabudin sebagai tukang listrik. Pengendalian operasi Detasemen Angkatan Udara Pontianak masih tetap berada dibawah Komando Pangkalan Udara Singkawang II Sanggau Ledo.

Dengan hanya memiliki kekuatan personel 5 orang, maka sementara waktu untuk mengatasi kekurangan personel di Detasemen Angkatan Udara Pontianak telah dilakukan usaha dengan mengajukan permintaan penambahan ke MBAU. Di samping menunggu penambahan personel dari pusat maka secara sukarela Detasemen Angkatan Udara Pontianak membuka pendaftaran bagi para pemuda Desa Arang Limbung untuk dididik menjadi Pembantu Pasukan Komandan Pangkalan (PPKP) dan hasil yang didapat dari pendaftaran itu adalah terdaftar pemuda sebanyak 35 orang atau 1 Pleton.

Detasemen Angkatan Udara Pontianak dalam menggembleng mereka menggunakan program kegiatan latihan kemiliteran dan dalam pelaksanaan program kemiliteraan itu, mereka di dibekali cara baris berbaris (PBB), cara membawa senjata yang benar dan cara menggunakan senjata dengan menggunakan senjata peraga dari kayu karet. Setelah mereka dianggap sudah mahir dalam menggunakan senjata, maka mereka baru diberikan senjata yang sebenarnya dengan jenis “L.E” berikut dengan pelurunya. Mereka dipersenjatai guna melaksanakan tugas menjaga keamanan pangkalan udara, terutama kalau sedang melaksanakan tugas jaga di gudang perminyakan dan di kantor Detasemen serta di penyeberangan landasan. Tugas jaga penyeberangan landasan sebelumnya dijaga oleh tiga orang Polisi Negara, tetapi pada tahun 1961 polisi negara tersebut ditarik kembali dan pengamanan selanjutnya digantikan oleh PPKP.

Dalam perkembangan selanjutnya, para anggota PPKP ini banyak yang diangkat menjadi Pegawai Harian Lepas (PHL) dan bahkan ada 4 orang yang berhasil menjadi anggota militer setelah mengikuti pendidikan kemeliteran di Pangkalan Udara Kalijati Subang Jawa Barat. Ke 4 orang PPKP yang lulus menjadi anggota militer dengan menyandang pangkat prajurit udara dua, sekarang lebih dikenal dengan sebutan prajurit dua (prada). Ke 4  anggota PPKP tersebut adalah Prajurit Udara Dua Paudji Kasan, Prajurit Udara Dua Mohammad Abd. Madjid, Prajurit Udara Dua Samad Junus dan Prajurit Udara Dua Ansyari. Seiring dengan perkembangan waktu yang berjalan dan adanya perubahan pengecilan struktur organisasi di Pangkalan Udara Singkawang II Sanggau Ledo maka berdampak terhadap pengecilan struktur organisasi Detasemen Angkatan Udara Singkawang II dengan Komandannya Kapten Udara R. Soekahar.

Pada akhir tahun 1961 Komandan Detasemen Angkatan Udara Pontianak mengalami pergantian kembali, yaitu dari Kapten Udara R. Soekahar kepada Letnan Muda Udara Satu R. Eddy Soeradiman Koesoema. Pergantian komandan ini dalam rangka menindaklanjuti adanya perkembangan situasi negara pada saat itu. Perkembangan situasi negara ini disebabkan adanya konflik politik antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia mengenai pendirian negara Malaysia bersatu. Dampak dari perubahan suhu politik yang mulai menghangat maka Pemerintah Republik Indonesia melancarkan operasi “Dwikora” dalam rangka menggagalkan usaha untuk mendirikan Negara Persemakmuran Malaysia.

Letnan Muda Udara Satu R. Eddy Soeradiman Koesoema, memangku jabatan sebagai Komandan Detasemen Angkatan Udara dalam kurun waktu yang cukup lama dan beliau adalah komandan yang ke 4 atau terakhir. Jabatan komandan ini, beliau jabat semenjak beliau berpangkat Letnan Muda Udara Satu kemudian naik menjadi Komandan Pangkalan, adapun masa jabatan beliau adalah mulai dari tahun 1961 sampai dengan tahun 1969. Pada masa jabatan beliau telah terjadi perkembangan sejarah Detasemen Angkatan Udara Pontianak, yaitu perkembangan Komando Detasemen Angkatan Udara Pontianak mulai dari garis komando di bawah Komando PAU Singkawang II sampai dengan berdiri sendiri di bawah Pangkorud II Banjarmasin dan perubahan nama dari nama Pangkalan Udara Sungai Durian sampai menjadi Pangkalan Udara Supadio.

Komandan pangkalan Udara Singkawang II Sanggau Ledo yang ketika itu dijabat oleh Kapten Udara R. Soekahar, sedangkan Komandan Detasemen Angkatan Udara Pontianak dijabat oleh Letnan Muda Udara Satu R. Eddy Soeradiman Koesoema. Bapak Eddy ini memiliki karakter yang berwibawa dan mudah bergaul di dalam menyesuaikan diri dengan pejabat-pejabat Panca Tunggal yang berpangkat Pamen atau Perwira Tinggi. Latar belakang dari keberhasilan beliau dalam cepat menyesuaikan dengan pejabat-pejabat Panca Tunggal adalah sebelum masuk menjadi AURI, telah menyandang pangkat Kapten Angkatan Darat di zaman Revolusi Perjuangan Kemerdekaan dan beliau memiliki beberapa tanda jasa. Menurut keterangannya, latar belakang yang menyebabkan beliau keluar dari kedinasan Angkatan Darat adalah ketidaksepahaman beliau dengan komandannya sehingga beliau memutuskan untuk keluar dari kedinasan Angkatan Darat.

Dalam struktur organisasi Pemerintahan Daerah Panca Tunggal bahwa Komandan Detasemen Angkatan Udara Pontianak mewakili Pangkorud II Banjarmasin di dalam setiap pelaksanaan rapat-rapat atau kegiatan daerah lainnya. Secara kebetulan sewaktu menjabat Komandan Detasemen Angkatan Udara Pontianak, pejabat-pejabat teras Kodam XII/Tanjungpura sebagian besar merupakan teman seperjuangan semasa di Angkatan Darat, bahkan ada diantaranya mantan anak buahnya. Dengan adanya keakraban ini maka hubungan antara Kodam XII/Tanjungpura dengan Detasemen Angkatan Udara Pontianak semakin lancar. Berbagai kebutuhan yang diperlukan AURI ketika itu semuanya terpenuhui, bahkan Perumahan Pamen di Jln. Cemara diberikan kepadanya sebagai fasilitas tempat tinggal.

Beliau mulai melaksanakan pembangunan penyempurnaan gudang minyak udara di Lapangan Udara Sungai Durian dengan membuat tongkat galangan dari kayu Belian. Sewaktu pelaksanaan pembangunan galangan ini, beliau turun tangan langsung ke lapangan dan tidak segan-segan memikul kayu Belian ditengah pasar dekat pelabuhan Senghi Pontianak bersama-sama anggota PPKP lainnya. Dari hasil kerja borongan ini, beliau telah dapat membelikan baju biru anggota PPKP masing-masing 2 Stel. Dalam mengikuti kegiatan pawai keliling kota Pontianak, para anggota PPKP ini sering pula diberikan/dipasangkan pangkat lokal Prajurit Udara Dua dengan maksud untuk mengimbangi jumlah kekuatan dan penampilan angkatan lain. Beliau melakukan hal ini disebabkan jumlah kekuatan yang dimiliki tidak mencukupi dan kekuatan TNI AU pada saat itu hanya 5 orang, sedangkan permintaan dari Garnizun didalam setiap kegiatan, untuk Detasemen Angkatan Udara Pontianak sebanyak 1 Pleton. Demikian juga setelah menjadi Pegawai Sipil dalam mengikuti apel 17-an selain dipasangkan pangkat juga mereka dipersenjatai.

Permulaan Pembangunan Fisik Secara Permanen.

Pada tahun 1963 Kantor Detasemen Angkatan Udara Pontianak dari Desa Arang Limbung dipindahkan ke kota Pontianak, yaitu dengan menyewa beberapa kamar di Losmen Jeruju sekarang hotel Jeruju Baru Pontianak, sekaligus juga sebagai tempat penyimpanan beras. Dalam tahun yang sama, Detasemen Angkatan Udara Pontianak mulai membangun bangunan fisik secara permanen yaitu 1 buah mess yang berukuran panjang dan diberi nama “Mess Comulus” dan 1 buah Mess perwira untuk perwira penerbang Hellikopter.

Selain itu dibangun juga, kamar listrik, pemancar radio, gudang senjata, bengkel, dan Gudang PK yang dikerjakan oleh C.V. IRIAN. Dengan dibangunnya kedua gedung ini, barulah masyarakat di sekitar pangkalan, percaya kalau AURI benar-benar akan menetap di daerah ini karena sebelumnya AURI hanya menyewa sebuah rumah di Arang Limbung dan membuat gudang perminyakan serta pos penjagaan dari kayu bulat. Pembangunan kedua gedung tersebut terletak di atas tanah negara yang diserahkan oleh pihak Penerbangan Sipil kepada AURI. Setelah Kantor AURI berpindah ke losmen ini barulah masyarakat kota Pontianak banyak mengenal AURI, hal ini terbukti dengan mengalirnya permohonan untuk menjadi pegawai sipil AURI di Pontianak. Disamping itu, Detasemen Angkatan Udara Pontianak telah ditingkatkan statusnya sehingga mempunyai beban tugas yang cukup berat maka untuk menyelesaikan beban tugas tersebut diperlukan banyak personel.

Dengan adanya rencana pelaksanaan Operasi “Dwikora” maka peranan Detasemen Angkatan Udara Pontianak semakin meningkat. Peningkatan peran ini dapat dilihat dengan adanya gelar kekuatan persenjataan dan personel pasukan. Adapun pesawat-pesawat yang digelar di Lapangan Terbang Sungai Durian meliputi pesawat Bomber B-29, Mustang, Hellikopter dan seluruh sistem persenjataan AURI ini disiapsiagakan di Lapangan Udara Sungai Durian.

Kesibukan para personel yang terlibat pelaksanaan operasi “Dwikora” setiap pagi sangat jelas terlihat di Lapangan Terbang Sungai Durian dan kesibukan ini dikarenakan setiap pagi para crew pesawat sibuk memanaskan mesin dan mengisi bahan bakar serta peluru-peluru 12,7 dan roket disiapkan di pesawat. Suara derungan pesawat disubuh buta membuat suasana tambah hiruk pikuk di Lapangan Terbang Sungai Durian. Situasi di daerah Lapangan Terbang Sungai Durian, ketika itu benar-benar gawat dan para personel yang terlibat dalam pelaksanaan operasi “Dwikora” dalam keadaan siap tempur tinggal menunggu komando dari atas. Demikian halnya dengan kekuatan personel Detasemen Angkatan Udara Pontianak mulai ditingkatkan dari 1 Pleton menjadi 1 kompi. Mereka berdatangan untuk didrop ke daerah-daerah dan jumlah kekuatan pegawai-pegawai negeri sipil ditingkatkan dari 19 orang menjadi 121 orang.
Dengan banyaknya jumlah personel dan padatnya kegiatan pelaksanaan operasi dalam rangka menghadapi konfrontasi dengan Malaysia ketika itu, maka kantor Detasemen Angkatan Udara Pontianak dipindahkan kembali ke kantor Angdam XII/Tanjungpura. Alasan pelaksanaan pemindahan kantor Detasemen Angkatan Udara adalah didasari atas pertimbangan faktor keamanan dimana AURI mulai melancarkan operasi penerbangan ke daerah-daerah sektor timur dan sektor barat. Saat itu kondisi kekuatan yang dimiliki oleh AURI adalah mulai dilengkapinya fasilitas-fasilitas penunjang operasi penerbangan dengan tenaga-tenaga ahli lengkap dengan peralatannnya.

Tenaga-tenaga ahli tersebut diantaranya adalah petugas Meteo, PHB, PLLU, Sandi, Pemadam Kebakaran (PK) dan Dokter Kesehatan serta peralatan lain. Tenaga-tenaga ahli ini berasal dari hasil mutasi Markas Besar Angkatan Udara (M.B.A.U), Korud II Banjarmasin, PAU Singkawang II dan pangkalan lain serta sebagian tenaga-tenaga ahli ini, ada yang dipindahkan ke Pontianak sebagai anggota organik yaitu menetap di Detasemen Angkatan Udara Pontianak. Beberapa waktu kemudian Kantor AURI yang bermarkas di Angdam XII/Tpr dipindahkan lagi ke Kantor Kodim 1207 Pontianak. Alasan pelaksanaan perpindahan kantor Detasemen Angkatan Udara Pontianak ini, tidak lain dimaksudkan untuk pertimbangan faktor keamanan dan untuk lebih mendekatkan hubungan kerja antara AURI dengan Kodam XII/Tpr. Disamping itu juga, untuk membantu kelancaran Kodam XII/Tanjungpura dalam tugas-tugas operasi sesuai perintah KOTI.

Detasemen Angkatan Udara Pontianak selain mengurus kesibukan pesawat-pesawat terbang di Lapangan Udara Sungai Durian, juga mengurus penempatan Perwakilan AURI di daerah-daerah seperti Sintang, Putussibau, Sanggau Kapuas, Semitau dan Ngabang. Dalam rangka kegiatan dukungan personel dan logistik dalam pelaksanaan operasi “Dwikora” ini, semuanya ditangani oleh Detasemen Angkatan Udara Pontianak. Adapun maksud dari penempatan perwakilan ini adalah dalam rangka pelaksanaan tugas guna melayani pengisian bahan bakar pesawat-pesawat AURI yang mendarat di sana dan mengangkut pasukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasi “Dwikora”.

Di daerah Sintang AURI pernah membangun lapangan terbang yang dikerjakan Pasukan Gerak Tjepat (P.G.T) Pioner yang diterjunkan di daerah yang aman. Pelaksanaan pekerjaan memakan waktu kurang lebih 6  bulan dan menggunakan tenaga-tenaga mekanis. Pasukan P.G.T yang melaksanakan tugas pembangunan Lapangan Terbang Sintang ini dalam jumlah yang cukup besar, terdiri dari beberapa kompi. Hanya saja, setelah pelaksanaan operasi “Dwikora” Lapangan Terbang Sintang ini tidak mendapatkan perawatan lagi sehingga kondisinya kembali menjadi hutan. Setelah akhir tahun 1964 barulah Kantor Markas Pangkalan Detasemen Angkatan Udara Pontianak kembali ke Sungai Durian dan menempati kantor baru yang dilengkapi beberapa perumahan mess kopel.

Pelaksanaan kegiatan pembangunan Kantor Staf Markas Pangkalan Detasemen Angkatan Udara Pontianak secara historis dan kronologis mempunyai hubungan erat dengan pembangunan PAU Singkawang II. Sejarah awal pelaksanaan kegiatan pembangunannya didasari dengan berbagai dasar pertimbangan. Dasar pertimbangan pelaksanaan pembangunan itu adalah pada tahun 1964 mempunyai rencana untuk memperkecil keberadaan Lanud Singkawang II Sanggau Ledo. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan yang seharusnya diperuntukkan bagi Pangkalan Udara Singkawang II Sanggau Ledo, secara bertahap telah dialihkan beberapa pelaksanaan kegiatan pembangunan, bahkan termasuk kerangka yang sudah didirikan dibongkar kembali untuk dibawa ke Detasemen Angkatan Udara Pontianak. Apalagi Letnan Udara Satu J.C. Halil pejabat Danlanud Singkawang II saat itu mempunyai keinginan untuk pindah ke Pontianak, sehingga beliau sangat mendukung pemekaran keberadaan Detasemen Angkatan Udara Pontianak menjadi Pangkalan Angkatan Udara. Sejak saat itulah Detasemen mempunyai perkantoran sendiri dan menetap sampai sekarang.

Dengan selesainya pembangunan kantor ini maka segala kegiatan operasi penerbangan dipusatkan ditempat ini, yang sebelumnya banyak menumpang di Perumahan Penerbangan Sipil. Ditempat inilah para perwira staf bekerja keras menggerakkan roda pembangunan, sehingga Pangkalan Udara Pontianak menjadi cerah. Pada awal tahun 1965, setelah pendirian bangunan tersebut dinyatakan selesai secara keseluruhan maka Detasemen Angkatan Udara Pontianak berubah statusnya menjadi Pangkalan Udara Kelas III dengan nama “Pangkalan Udara Sungai Durian”,. Sejak saat itu secara admistrasi keberadaannya bukan lagi dibawah Pangkalan Udara Singkawang II, namun langsung berada dibawah kendali Komando Regional Udara II (KORUD II) di Banjarmasin Kalimantan Selatan.

Adapun Komandan Pangkalan Udara Pontianak yang pertama masih dipercayakan kepada  Letnan Muda Udara Satu Capa R. Eddy Soeradiman Koesoema. Mulai kepemimpinan bapak Eddy inilah tertanam semangat didalam kegiatan membenahi diri. Berbagai sarana dan prasarana telah dibangun seperti : pembangunan Dapur Umum, Mess Ampera, Mess Perwira, Mess Angkasa dan Mess Dirgantara di Jalan Imam Bonjol Pontianak.

Seiring dengan perkembangan penambahan bangunan maka jumlah kekuatan personel mulai bertambah dan pelaksanaan penambahan jumlah personel mendapat perhatian dari pimpinan Angkatan Udara. Adapun penambahan personel tersebut sebanyak 196 personel, yang terdiri dari personel militer 75 orang dan personel sipil 121 orang. Disamping adanya penambahan jumlah personel, juga penambahan kelengkapan sarana perhubungan  dan bahkan fasilitas-fasilitas penerbangan militer yang mendukung pelaksanaan kegiatan operasi di Kalimantan Barat juga meningkat.